1.
Pengertian
a. Istilah Eksekusi berasal dari Bahasa Belanda, Executeren, executie berarti melaksanakan, menjalankan, pelaksanaan, penjalanan
b. R.Subekti dan Ny.Retnowulan, mengartikan eksekusi
berarti pelaksanaan putusan
c. Eksekusi berarti melaksanakan secara paksa putusan
pengadilan dengan bantuan kekuatan alat negara apabila pihak yang kalah (tereksekusi) tidak mau menjalankan secara
sukarela
2.
Jenis Eksekusi
a. Dengan Sukarela
Artinya
pihak yang dikalahkan melaksanakan sendiri putusan Pengadilan tanpa ada paksaan
dari pihak lain
b. Dengan Paksaan
Yaitu
menjalankan putusan Pengadilan, yang merupakan suatu tindakan hukum dan dilakukan secara paksa terhadap pihak yang
kalah disebabkan ia tidak mau menjalankan putusan secara suka rela
3.
Asas Asas Eksekusi
a. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap :
1) Putusan Pengadilan Negeri tidak banding
2) Putusan Pengadilan Tinggi tidak kasasi
3) Putusan Mahkamah Agung
b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela
c. Putusan bersifat kondemnatoir
(memerintah/menghukum)
d. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua
Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR dan 264 Rbg)
e. Permohonan PK tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan eksekusi (Pasl 66 ayat (2) UU 14 tahun 1985 serta perubahannya)
f. Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan
4.
Dasar Hukum
Eksekusi
a. Pasal 195 s.d Pasal 224 HIR/Pasal 206 s.d Pasal 258 R.Bg (tentang
tata cara eksekusi secara umum)
b. Pasal 225 HIR/Pasal 259 R.Bg (tentang putusan yang menghukum
tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu)
c. Pasal 209 s.d Pasal 223 HIR/Pasal 242 s.d Pasal 257 RBg,
yang mengatur tentang ”sandera” (gijzeling) berdasarkan SEMA
Nomor 2 Tahun 1964 dianggap bertentangan dengan peri kemanusiaan, sehingga tidak efektif digunakan lagi
d. Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan
SEMA Nomor 4 Tahun 2001 (tentang pelaksanaan putusan yang belum mempunyai kekuatan
hukum tetap, yaitu serta merta (Uitvoerbaar
bij voorraad dan provisi)
e. Pasal 1033 Rv (tentang eksekusi riil)
f. Pasal 54 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
pelaksanaan putusan pengadilan
5.
Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata
a. HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) atau Reglemen
Indonesia Baru, Staatblad 1848.
b. RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad 1927 No 277
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
d. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
B.
ANALISA HUKUM
TERKAIT PELAKSAAN PUTUSAN (EKSEKUSI)
1. Menurut HIR dan RBG :
Pasal 195 HIR
1. Menurut HIR dan RBG :
Pasal 195 HIR
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.
Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
Pada prinsipnya,
dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh pihak yang
dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan
putusan secara sukarela, sehingga pihak yang menang dapat meminta bantuan pihak
pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan tersebut.
Pasal 196 HIR:
Jika pihak yang
dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai,
maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan
surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal
195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang
dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam
tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Jika setelah jangka
waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka Ketua
Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah
sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan
itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.
Pasal 197 HIR
Jika
sesudah lewat tempo
yang telah ditentukan
belum juga dipenuhi putusan itu
atau jika pihak
yang dikalahkan itu
walaupun telah dipanggil dengan patut
tidak juga datang menghadap maka
ketua atau pegawai yang dikuasakan
itu karena jabatannya
memberi perintah dengan
surat supaya disita sejumlah barang kepunyaan pihak
yang dikalahkan
Pasal 225 HIR
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan.
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan.
Pasal 208 Rbg
Bila
setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak
dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil,
maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah
untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah
Pasal 259 Rbg
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan
2. Menurut pendapat para ahli :
a. Subekti dan Retnowulan Sutantio
Subekti dan Retnowulan Sutantio, “menjalankan putusan pengadilan tidak lain melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela”.
b. Menurut Sudikno Mertokusumo
Mengenai bentuk-bentuk eksekusi, Sudikno Mertokusumo mengklasifikasikannya menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR dan Pasal 208 Rbg
2) Melaksanakan suatu perbuatan (Pasal 225 HIR dan Pasal 259 Rbg
3) Eksekusi Riil (Pasal 1033 Rv)
c. Menurut M. Yahya Harahap
M. Yahya Harahap dalam buku Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (hal.11) menulis, pada prinsipnya eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Jika pihak yang kalah bersedia memenuhi putusan secara sukarela, tindakan eksekusi dapat disingkirkan.
Akibat dari keadaan tidak ada kepastian jika putusan dilaksanakan secara sukarela, sering dijumpai berbagai praktik pemenuhan putusan secara sukarela berbeda antara satu pengadilan dengan pengadilan yang lain. Ada pengadilan yang tidak mau campur tangan atas pemenuhan secara sukarela, ada pula pengadilan yang aktif ambil bagian menyelesaikan pemenuhan putusan secara sukarela. Walaupun dilakukan secara sukarela, Ketua Pengadilan Negeri melalui juru sita dapat :
a. Membuat berita acara pemenuhan putusan secara sukarela
b. Disaksikan oleh dua orang saksi
c. Pembuatan berita acara dan kesaksian dilakukan di tempat pemenuhan putusan dilakukan
d. Berita acara ditandatangani oleh juru sita, para saksi, dan para pihak (penggugat dan tergugat)
“Yahya Harahap juga berpendapat, campur tangan pengadilan dalam pemenuhan putusan pengadilan secara sukarela dimaksudkan agar terhindar dari ketidakpastian penegakan hukum”
Jadi, jangka waktu pelaksanaan putusan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika putusan tidak dilaksanakan, pihak yang menang dapat memaksakan pelaksanaan eksekusi dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Menurut Yahya Harahap bentuk-bentuk eksekusi diklasifikasikan menjadi 2 kelompok sbb :
1. Eksekusi riil, yaitu melakukan suatu “tindakan nyata/riil”
Bahwa dapat dicontohkan bentuk Eksekusi riil seperti menyerahkan sesuatu barang, mengosongkan sebidang tanah atau rumah, melakukan suatu perbuatan tertentu, dan menghentikan suatu perbuatan atau keadaan
2. Eksekusi pembayaran uang
Bahwa pihak yang dikalahkan diharuskan membayar sejumlah uang
Bahwa berdasarkan pembagian 2 klasifikasi bentuk eksekusi di atas, hampir tidak ada perbedaan, karena eksekusi melakukan sesuatu pada dasarnya sama dengan eksekusi riil.
C. Proses Pelaksanaan Putusan Pengadilan (Eksekusi)
Proses pelaksanaan eksekusi dimulai dengan pengajuan permohonan eksekusi dan diakhiri dengan pelaksanaan eksekusi, dengan tahapan sbb :
1. Permohonan Eksekusi
Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi yang diajukan langsung ke Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan fotokopi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, meliputi putusan Pengadilan Negeri, dan/atau putusan Pengadilan Tinggi, dan/atau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pihak yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang dinyatakan “menang” dalam putusan, baik itu pribadi atau melalui kuasa hukumnya dengan disertai surat kuasa khusus.
a. Pembayaran Panjar
Permohonan eksekusi diajukan ke Kepaniteraan Perdata, dalam hal ini yang menerima permohonan eksekusi adalah Panitera Muda (Panmud) Perdata. Selanjutnya Pemohon membayar biaya panjar eksekusi sesuai dengan yang telah ditentukan, dan dibuatkan bukti setor. Dan pemohon eksekusi menyerahkan bukti penyetoran tersebut kepada petugas/kasir yang berada di bagian Kepaniteraan Perdata Pengadilan dan kasir tersebut selanjutnya mengeluarkan tanda bukti pembayaran berupa SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar)
b. Aanmaning (Teguran)
Ketentuan Pasal 207 ayat (2) Rbg, menyebutkan bahwa 8 hari setelah aanmaning dilakukan, dan termohon eksekusi tidak mengindahkan teguran tersebut, maka sudah dapat dilaksanakan eksekusi.
c. Eksekusi
Setelah termohon eksekusi dipanggil secara patut ternyata tidak hadir dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka dalam praktiknya biasanya dipanggil 1 kali lagi dan jika tidak hadir, maka Ketua Pengadilan dapat langsung mengeluarkan penetapan eksekusi terhitung sejak tergugat tidak memenuhi panggilan, dengan perintah berupa penetapan (beschikking) dan ditujukan kepada panitera atau juru sita untuk pelaksanaannya.
d. Pelaksanaan Eksekusi
1) Isi perintah, agar menjalankan eksekusi sesuai amar keputusan
2) Eksekusi dilakukan oleh panitera/juru sita (109 R.Bg/pasal 197 HIR)
3) Dalam pelaksanaannya, panitera/juru sita dibantu oleh 2 (dua) orang saksi (210 R.Bg) atau pasal 197 ayat (6) HIR
4) Eksekusi dilaksanakan ditempat objek/barang berada
5) Membuat berita acara dengan ketentuan memuat :
- Barang/jenis yang dieksekusi
- Letak/ukuran yang dieeksekusi
- Hadir/tidak hadirnya tereksekusi
- Penegasan/pengawasan barang
- Penjelasan non bevinding bagi yang tak sesuai dengan amar putusan
- Penjelasan dapat/tidaknya dijalankan
- Hari/tanggal, jam, bulan dan tahun pelaksanaan
- Diserahkan kepada pemohon eksekusi
- Berita acara ditanda tangani oleh Pejabat pelaksana eksekusi panitera/juru sita, dua saksi yang membantu pelaksanaan eksekusi, dan bila perlu melibatkan Kepala desa/lurah setempat atau camat dan Termohon eksekusi.
Kepala desa/lurah atau camat dan termohon eksekusi secara yuridis formal tidak diwajibkan menanda tangani berita acara, namun untuk menghindari hal-hal yang mungkin timbul dibelakang hari sebaiknya keduanya harus diikutkan.
6) Memberitahukan isi berita acara eksekusi 209 R.Bg/pasal 197 ayat (5) HIR. Pemberitahuan ini dapat dilakukan dengan cara memberikan copy salinan berita acara tersebut.
2. Tata Cara Eksekusi Sejumlah Uang
Eksekusi pembayaran sejumlah uang dapat dilaksanakan dengan
objeknya berupa sejuamlah uang yang harus dilunasi tergugat kepada penggugat.
Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang tersebut
kepada penggugat, dengan jalan menjual lelang harta kekayaan tergugat.
Prosedur eksekusi penyerahan sejumlah uang dalam perkara
yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri
antara lain :
a. Permohonan pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri
b. Peringatan aanmaning
c. Surat peringatan perintah eksekusi
d. Pelelangan
3.
Perbedaan Eksekusi
Rill dan Eksekusi Pemenuhan Sejumlah Uang
a. Terhadap objek yang
akan dieksekusi, terlebih
dahulu diletakkan sita eksekusi. Sita eksekusi dapat dilakukan
terhadap eksekusi riil
ataupun eksekusi pemenuhan sejumlah uang,
dan terhadap sita
eksekusi ini tidak mutlak
dilakukan karena jika pada
waktu berperkara terhadap
objek gugatan atau
jaminan telah diletakkan sita
jaminan, maka sita
eksekusi tidak perlu
lagi dilaksanakan, akan tetapi
sebaliknya jika terhadap
objek gugatan atau objek
jaminan belum diletakkan
sita eksekusi, maka sita
eksekusi harus dilakukan.
b. Memperhatikan ketentuan
Pasal 197 HIR atau
Pasal 208 Rbg, bahwa yang
dapat diletakkan sita
eksekusi adalah eksekusi
pemenuhan sejumlah uang, yang
mana pihak yang
kalah atau termohon
eksekusi harus membayar sejumlah uang
sebagaimana isi putusan
dan hal itu
dapat dilakukan dengan melelang harta bergerak maupun tidak
bergerak milik termohon eksekusi apabila
termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, sedangkan untuk eksekusi riil
tidak ada aturan hukum yang mengatur adanya sita eksekusi. Pasal 1033 Rv
menyebutkan bila termohon eksekusi
tidak mematuhi isi
putusan, maka dapat
dilakukan pengosongan terhadap
objek perkara, tidak perlu
dilakukan sita eksekusi terhadap objek perkaranya.
c. Eksekusi riil
merupakan eksekusi pengosongan
atas objek perkara kepunyaan pemohon eksekusi yang
berada di tangan termohon eksekusi, sehingga apa bila akan dilaksanakan eksekusi terhadap objek
perkara, tidak diperlukan sita eksekusi. Berbeda dengan eksekusi pemenuhan
sejumlah uang, untuk terlaksananya eksekusi
tersebut diperlukan sita eksekusi atas barang jaminan atau
barang milik termohon eksekusi,
agar objek yang disita itu dijadikan jaminan untuk melunasi sejumlah uang yang tercantum pada
amar putusan.
d. Terhadap eksekusi
riil, bila pemohon eksekusi khawatir objek perkara dialihkan kepada pihak lain,
maka sebaiknya pada waktu proses berperkara
sedang berlangsung, pihak pemohon eksekusi yang waktu itu sebagai penggugat
mengajukan permohonan sita jaminan terhadap objek perkara dengan segala
surat-surat yang berhubungan dengan objek perkara tersebut
e. Terhadap eksekusi pemenuhan sejumlah uang dan melakukan suatu perbuatan hampir sama dengan
pelaksanaan eksekusi riil, yang mana setelah diletakkan sita eksekusi
atas objek jaminan atau barang bergerak maupun tidak bergerak milik termohon
eksekusi, maka kemudian Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah
penjualan lelang dan uang hasil lelang
tersebutlah nantinya yang
akan diserahkan kepada
pemohon eksekusi sebagai
pemenuhan isi putusan.
f. Pelaksanaan
eksekusi yang sukses mengakhiri rangkaian penyelesaian perkara perdata
melalui pengadilan. Dengan
dilaksanakannya eksekusi
tersebut, pihak yang menang (pemohon eksekusi) akan mendapatkan haknya
sebagaimana ditentukan oleh putusan pengadilan.
4.
Kendala Dalam Pelaksanaan Eksekusi :
a. Barang yang akan dieksekusi tidak jelas (tidak jelas
batas-batasnya, ukurannya dan lain-lain)
b. Terjadi perubahan alamat
c. Barang yang akan dieksekusi ternyata merupakan milik
sipenyewa
d. Barang yang akan dieksekusi sedang digunakan
e. Adanya dua putusan yang saling bertentangan terhadap objek
yang sama
f. Terjadinya overmacht (relatif maupun absolut)
g. Amar putusan bersifat declaratoir
Untuk dapat dilaksanakan, maka harus diajukan perkara baru
dengan nomor baru dengan petitum perbaikan. Faktor
berikutnya yang menghambat pelaksanaan eksekusi adalah pada waktu
pengadilan meletakkan sita
eksekusi atau melaksanakan eksekusi terhadap eksekusi riil atau pengosongan tempat yang dikuasai oleh termohon eksekusi, pemohon
eksekusi kesulitan menentukan
batas-batas tanah yang akan
dieksekusi, yang berakibat
eksekusi tidak dapat
dilaksanakan.
Untuk mengantisipasi adanya
objek perkara yang
kabur, Mahkamah Agung
melalui Surat Edarannya No.
7 Tahun 2001
Tentang Pemeriksaan Setempat,
mewajibkan kepada Hakim
dalam hal memeriksa
perkara yang objeknya berupa tanah agar dilakukan pemeriksaan setempat,
sehingga lokasi serta batas-batas objek perkara jelas dan memudahkan dalam
eksekusinya.
Bahwa pelaksanaan eksekusi
dapat pula terhalang oleh karena
objek perkara telah berpindah
tangan kepada pihak
lain, bahkan telah
diterbitkan sertifikat atas nama
pihak ketiga di
atas tanah objek
perkara. Hal ini baru diketahui pada saat diletakkan sita
eksekusi atas objek perkara. Apabila objek perkara telah berpindah tangan kepada pihak lain, tentunya eksekus
terhambat, karena Pengadilan juga harus memperhatikan dan melindungi hak pihak
ketiga yang menguasai objek perkara, apalagi jika penguasaan tersebut didasarkan pada itikad
baik.
Untuk menghindari
berpindahnya objek kepada
pihak lain, penggugat dalam proses beracara sedini
mungkin sebaiknya mengajukan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag).
Di samping itu,
penggugat dituntut berperan aktif untuk memberitahukan kepada Badan
Pertanahan Nasional (BPN)
bahwa objek tanah
dimaksud sedang dalam berperkara,
sehingga diharapkan tidak
terjadi peralihan hak kepada
orang lain.
Kemenangan
Penggugat dalam keadaan demikian merupakan kemenangan di atas kertas,
karena apa yang dituntutnya dalam
amar dan dikabulkan
oleh pengadilan, tidak dapat
dimohonkan eksekusinya, kecuali
termohon eksekusi secara sukarela
bersedia memenuhi isi putusan.
Maaf pak sebelumnya saya mau bertanya tentang perkara perdata sengketa tanah dan perkara ini sudah inkracht dan objek tersebut akan di eksekusi akan tetapi batas batas tanah penggugat yang di menangkan oleh majelis itu tidak jelas.
ReplyDeleteApakah bisa eksekusi itu di laksanakan apabila batas batas tanah tersebut tidak jelas?
Mohon bantu untuk di jawab pak terima kasih.
Tks Pak Frans atas kunjungannya..
ReplyDeleteUntuk diketahui memang salah satu kendala eksekusi adalah apabila batas-batas tidak jelas,.
Solusi yang dapat saya sarankan adalah, bapak koordinasi dengan panitera/juru sita pengadilan yang menanganai perkara ini... Pastikan dan lihat kembali pada saat agenda Pemeriksaan Lapangan / Pemeriksaan Setempat (PS), biasanya juru sita / panitera menggambar skets lokasi dan batas-batas objek sengketa..Sebagai pihak/prinsipal maupun kuasa hukum dapat meminta hal tersebut dengan koordinasi dengan juru sita/panitera pengadilan..
Demikian pak, semoga bermanfaat...
dear bapak, ijin tanya, saya lagi proses eksekusi rumah yang saya menangkan dalam lelang, rumah sudah saya balik nama SHM atas nama saya, tetapi penghuni yang notabene adalah ayah dari orang yang pnya dahulu masih dengan sengaja menempati nya, yang saya tanyakan adakah standart biaya untuk proses eksekusi ini karena biaya yang di minta pengadilan lewat pengacara saya sangat memberatkan, ada jalan lain kah? saya binggung mau mengadu ke mana karena memang saya cari lewat web dan browsing tidak ada standart biayanya.
ReplyDeleteMurah kok pak, cuman 10 jt an, itu juga kalau eksekusinya secara paksa dengan pembongkaran... di Pengadilan Negeri Ada List biaya2 nya kok pak, coba bapak datang ke bagian Perdatanya pasti itu ada di pampang di tembok Kasir bayar perdata
Deletedear pak jaka, mohon maaf pak, saya ingin bertanya perihal gugatan pembagian tanah warisan kakek.
ReplyDeletesaat digugat, anak kakek (bapak) satu satunya yg masih hidup.
penggugat menang di pengadilan negeri.
tergugat banding dan dimenangkan di pengadilan negeri.
penggugat kembali menggugat (kasasi) ke MA dan gugatan nya ditolak.
Pertanyaan saya :
1. Putusan mana yg di pakai
2. Apakah penggugat kalah di Pengadilan Tinggi, Menjadi otomatis tanah warisan dibagikan hanya ke pihak tergugat saja.
3. Pihak penggugat menyatakan walau gugatannya di tolak, tetapi tetap mendapatkan pembagian tanah.
4. Apabila tergugat tidak melakukan eksekusi, bisa mengurus pembuatan sertifikat tanah tsb.
5. Apabila di eksekusi, apakah sebagian tanah yg telah dijual (dimuat dalam gugatan) juga di eksekusi dan melibatkan penghuni barunya.
sekian dulu pertanyaan saya pak, atas kebaikan nya kami ucapkan banyak terima kasih.
semoga menjadi berkah bagi kita semua.
aamiin.....
Kalau permasalahan bapak belum selesai bapak bisa email saya
Deletetambahan pak, setelah putusan MA keluar, Tergugat (anak kakek) meninggal dunia th 2012.
ReplyDeleteMaaf pak sebelumnya saya mau bertanya tentang eksekusi yang lahannya dimenangkan oleh tergugat. apakah perlu dilakukan eksekusi lagi. karena lahan tersebut memang sudah dikuasai oleh tergugat. trima kasi sebelumnya pak
ReplyDeletePertanyaannya tidak jelas
DeleteMaaf Pak, saya mau bertanya. apabila setelah aanmaning 2x, tidak tergugat yg kalah tidak datang, lalu pihak yg menang mengajukan penetapan untuk eksekusi riil, berapa lama batas waktu ketua PN harus menurunkan penetapan? Sudah lebih dari 1 bulan, namun penetapan tidak juga turun. Apakah ada aturannya pak?
ReplyDeleteBagaimana kalau ketua PN bermain main dengan pihak Lawan dengan tidak juga menurunkan penetapan eksekusi riil? Kemana kita harus mengadukan ketua PN ini ?
Badan Pengawas dan Pengadilan Tinggi
DeleteSalam pak izin bertanya tanah milik desa kami sudah jadi tanah pemda ketika kami tanya ke pemda mereka bilang masyarakat sudah menyerahkan ke pemda dengan persetujuan mukim tapi mukim itu sudah mati kami curiga mukim itu yang membuat rekayasa biar dia bisa menjual atau mengambil keuntugan dari pemda
ReplyDeleteSoalannya gimana jalur hukum untuk menuntut kembali hak desa kami itu
Trimakasih
Bapak email aja
Deletemohon maaf saya mau menanyakan
ReplyDeleteterhadap dasar hukum sita eksekusi apakah juga berlaku untuk objek nya adalah termasuk barang milik negara dimana terdapat peraturan uu no 1 tahun 2004 ttg perbendaharaan negara. karena dalam hal ini pihak yang kalah/ tergugat adalah pemerintah dan diharuskan membayar sejumlah uang untuk ganti rugi namun tidak kunjung dilaksanakan secara sukarela.
Pasal 197 HIR
DeleteJika sesudah lewat tempo yang telah ditentukan belum juga dipenuhi putusan itu atau jika pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan patut tidak juga datang menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena jabatannya memberi perintah dengan surat supaya disita sejumlah barang kepunyaan pihak yang dikalahkan, artinya di prioritaskan terlebih dahulu barang2 bergerak termohon sita eksekusi sesuai dengan jumlah uang yg harus dibayarkan, apabila tidak mencukupi, baru melangkah ke barang tidak bergerak.
misi pak mau nanya kami menang hingga tingkat kasasi Mahkamah Agung tetapi untuk pengosongan tidak di kabulkan yang di kabulkan hanya penyerahan Hak atas tanah tersebut. tapi hingga kini masih dikuasai oleh lawan tindakan apa yang harus kami lakukan pak???
ReplyDeleteKalau memang sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan lawan tidak menggunakan upaya hukum Peninjauan Kembali, bapak punya Hak untuk mengajukan Permohonan Eksekusi riil ke Pengadilan Negeri, baik nanti tekhnisnya di eksekusinya secara paksa maupun secara sukarela
Deletesaya ijin bertanya..apabila eksekusi tidak jadi dilaksanakan karena damai..apakah masih harus mengajukan pencabutan eksekusi
ReplyDeleteKalo utang piutang yg di pasang apht,jika peminjam uang wanprestasi apa bisa langsung ke permohonan eksekusi?
ReplyDeletePak, apakah Aanmaning yang disampaikan oleh Pengadilan Negeri dibuat Jan 2019 atas dasar Lampiran Penetapan yang dibuat Nop 2018 dan tidak di tanda tangani oleh ketua pengadilan mempunyai kekuatan hukum, dan kesalahan ini sudah di akui oleh pengadilan tsb
ReplyDelete